Thursday, October 11, 2012

Renungan: Saat-saat kewafatan Rasulullah SAW


Rasulullah S.A.W adalah manusia agung yang paling ideal dan sebaik-sebaik contoh sepanjang zaman. Semulia-mulia di dunia. Untuk mengingatkan kita.

Tiba-tiba dari luar pintu terdengar seorang yang berseru mengucapkan salam. “Bolehkah saya masuk?” tanyanya. Tapi Fatimah tidak mengizinkannya masuk. “Maafkanlah, ayahku sedang demam.” Kata Fatimah yang membalikkan badan dan menutup pintu. Kemudian ia kembali menemani ayahnya yang ternyata sudah membuka mata dan bertanya pada Fatimah, “Siapakah itu wahai anakku?” “Tak tahulah wahai ayahku, orang sepertinya baru sekali ini aku melihatnya.” Tutur Fatimah lembut. Lalu Rasulullah menatap puterinya itu dengan pandangan yang menggetarkan. Seolah-olah bahagian demi bahagian wajah anaknya itu hendak dikenang. “Ketahuilah, dialah yang menghapuskan kenikmatan sementara, dialah yang memisahkan pertemuan di dunia. Dialah malaikatul maut,” kata Rasulullah. Fatimah pun menahan ledakan tangisnya.

Malaikut maut datang menghampiri, tapi Rasulullah menanyakan kenapa Jibrail tidak ikut bersama menyertainya. Kemudian dipanggillah Jibrail yang sebelumnya sudah bersiap di atas langit dunia menyambut roh kekasih Allah dan penghulu dunia ini. “Jibril, jelaskan apa hakku nanti di hadapan Allah?” Tanya Rasulullah dengan suara yang amat lemah. “Pintu-pintu langit telah terbuka, para malaikat telah menanti rohmu. Semua syurga terbuka lebar menanti kedatanganmu.” Kata Jibaril. Tapi itu ternyata tidak membuatkan Rasulullah lega, matanya masih penuh kecemasan.

“Engkau tidak senang mendengar khabar ini?” Tanya Jibrail lagi. “Khabarkan kepadakau bagaimana nasib umatku kelak?” “Jangan khuatir, wahai Rasulullah. Aku pernah mendengar Allah berfirman kepadaku, “Ku haramkan syurga bagi siapa saja, kecuali umat Muhammad telah berada di dalamnya,” kata Jibrail.
Detik-detik semakin dekat , saatnya Izrail melakukan tugas. Perlahan roh Rasulullah ditarik. Nampak seluruh tubuh Rasulullah bersimbah peluh,urat-urat lehrnya menegang. “Jibril, betapa SAKIT SAKARATUL MAUT ini.” Perlahan Rasulullah mengadu. Fatimah terpejam. Ali yang disampingnya menunduk semakin dalam dan Jibril memalingkan muka. “Jijikkah kau melihatku hingga kau palingkan wajahmu Jibrail?” Tanya Rasulullah pada malaikat pengantar wahyu itu. “Siapakah yang sanggup melihat kekasih Allah direnggut ajal,” kata Jibrail.

Sebentar kemudian terdengar Rasulullah mengaduh kerana sakit yang tidak tertahan lagi. “Ya Allah, dahsyat nian maut ini. Timpakan saja semua  seksa maut ini kepadaku, jangan pada umatku.” Badan Rasulullah mulai dingin, kaki dan badannya sudah tidak bergerak lagi. Bibirnya bergetar seakan hendak membisikkan sesuatu. Ali segera mendekatkan telinganya. “Uushiikum bis-shalaati, wa maa malakat aimaanukum (peliharalah solat dan peliharalah orang yang lemah antara kamu).” Di luar, pintu tangis mulai terdengar bersahutan, sahabat saling berpelukan. Fatimah menutupkan tangan di wajahnya. Ali kembali mendekatkan telinganya ke bibir Rasulullah yang mulai kebiruan. “Ummatii, ummatii, ummatiii (umatku, umatku, umatku)!.”

 Dan berakhirlah hidup manusia mulia yang member sinaran itu. Kini, mampukah kita mencintai sepertinya? Selawat ke atas Rasulullah SAW yang tercinta dan paling dirindui. Betapa CINTAnya Rasulullah kepada kita.





No comments:

Post a Comment